ETIKA BISNIS BANK SYARIAH TERHADAP STAKE HOLDER
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Etika Bisnis Perbankan
DosenPengampu:
Disusun Oleh:
MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2017
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Bisnis Bank Syariah terhadap Stakeholder”. Berkat bantuan Allah SWT, dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan karya tulis ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa dalam membuat karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik dan tepat waktu. Dan oleh karenannya, penulis dengan rendan hati dan denga tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan karya tulis ini.
Penulis sangat berharap semoga karya tulis ilmiah ini mengandang banyak manfaat bagi seluruh pembaca.
Purwokerto, 2 Oktober 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baik dari segi moral dan hakikat manusia maupun dari segi hakikat kegiatan bisbis itu sendiri, semua kita kiranya sepakat bahwa tidak benar jika manajer hanya punya tanggung jawab dan kewajiban moral kepada para pemegang saham. Sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mereka mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral sekian banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Mereka mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral mereka tidak hanya tertuju kepada stakeholders tetapi juga kepada stakeholderspada umumnya. Para manajer bekerja dalam sebuah dunia yang secara moral penuh dengan tanggung jawab yang beragam, bahkan sering saling bertentangan. Mereka bukan sekedar alat yang punya dan dibatasi hanya pada satu tanggung jawab dan kewajiban yang lebih luas dari sekedar kepada para pemilik modal. Dan yang menarik, tanggung jawab dan kewajiban moral ini tidak hanya menyangkut dan berintikan keuntungan finansial sebesar-besarnya. Kalaupun benar bahwa tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer hanya tertuju pada stakeholders, tanggung jawab dan kewajiban moral mereka tidak hanya sebatas uang. Karena, manusia dan masyarakat para pemegang saham punya sekian banyak kepentingan lain lebih dari sekedar uang belaka. Merekapun memiliki kepentingan, misalnya agar tercipta sebuah sistem moral yang yang baik, tertib dan aman. Dan karena itu, para manajer punya tanggung jawab dan kewajiban moral untuk menjaga agar hak dan kepentingan semua pihak yang berkaitan dengan kegiatan binis perusahaannya tidak dirugikan.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Etika dan Stakeholder ?
2. Bagaimana Pandangan islam terhadap stakeholder ?
3. Apa saja Etika terhadap Stakeholder ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Etika dan Stakeholder
Etika berasal di kata Yunani etbos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etba) berarti adat istiadat atau “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik,aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan titawarkan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. Etika dapat dirumuskan sebagai sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dan mengenai masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah unsur pokok dari otonomi moral yang merupakan salah satu prinsip utama moralitas, termasuk etika bisnis sebagaimana yang telah dibahas.Stakeholder merupakan semua pihak yang berkepentingan dalam aktivitas bisnis yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau organisasi. Stakeholder juga dapat diartikan sebagai suatu lingkungan masyarakat berupa individu atau institusi yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, keputusan, kebijakan praktek-praktek atau tujuan perusahaan itu secara institusional. Adapun kepentingan yang dimaksud mencakup 3 tingkatan, kepedulian sederhana lantaran mendapat pengaruh dari perusahaan itu (an interest) hak legal atau moral untuk suatu perlakuan tertentu atau suatu perlindungan tertentu (a legal of moral right) dan klaim legal terhadap kepemilikan perusahaan (ownership). Menurut Setiawan (2009) dalam struktur tata kelola perbankan syariah akan melibatkan lebih banyak pihak dari pada perbankan konvensional, karena perbankan syariah memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki perbankan konvensional. Beragamnya stakeholder bank syariah merupakan karakter khas dari bank syariah itu sendiri. Hal ini menuntut pengaturan yang jelas tentang batasan hak, kewenagan, dan kewajiban dari setiap unsur tersebut untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan serta menjamin keadilan untuk masing-masing pihak. Islam sangat menekankan perlindungan semua stakeholder dengan adil. Dalam konsep Islam sangat memprioritaskan pada realisasi keadilan dan kewajaran. Dengan ini diharapkan seluruh kepentingan stakeholder dapat terakomodasi dengan adil dan wajar.
Stakeholder dalam Islam, adalah berbagai pihak yang memiliki hak dengan resiko akibat dari tindakan perusahaan baik secara sukarela maupun tidak (Iqbal dan Mirakhor, 2003; 2004; Iqbal dan Molyneux, 2005). Sehingga stakeholder bukan hanya mereka yang hubungannya terkait secara eksplisit tertera dalam kontrak ataupun transaksi, tetapi juga mereka yang secara implisit sebenarnya memiliki keterkaitan dengan aktifitas perusahaan. Selanjutnya, Islam mewajibkan setiap perusahaan untuk menghormati unwritten codes of conduct bagi siapa saja stakeholder yang mungkin memiliki keterkaitan dengan aktifitas perusahaan. Pada hakikatnya, kontrak secara implisit inilah yang menjadi inti dari Syariah islam. Ketika manusia ditunjuk menjadi khalifah di muka bumi, maka secara otomatis setiap manusia itu sendiri memiliki kontrak yang implisit dengan Tuhannya pada setiap aktifitas yang dilakukan. Ada kewajiban dan tanggungjawab yang dipikul oleh setiap manusia untuk mewujudkan ketaatannya kepada Tuhan. Kegagalan dalam pencapaiannya berarti ia telah berkhianat dan akan merasakan konsekuensinya di dunia dan akhirat. Ketika masyarakat bergerak secara jamaah (bersama) maka segala macam konflik dapat diminimalisir karena semua bersatu dalam satu kesatuan. Sehingga, masyarakat tidak lagi saling berebut dan berkompetisi secara tidak sehat, melainkan saling bekerja sama .dan bergotong royong, sebagaimana firman-Nya "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh" (QS. Ash Shaff 4). Juga dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat Nabi melewati sebuah jurang dimana terdapat mata air tawar. Dia menyukai jurang itu dan berkata, "Aku ingin mengisolasi diri dariorang lain untuk menyembah Allah! Aku tidak akan melakukannya sebelum meminta izin dari Rasulullah (saw). " Orang itu mengungkapkan keinginannya kepada Nabi, dan Nabi berkata, "Jangan lakukan itu. Berjuang di jalan Allah adalah lebih baik daripada (hanya diam) berdoa di rumah selama tujuh puluh tahun" (HR Tirmidzi dan al-Hakim). Oleh karena itu. segala tindakan manusia dalam kesehariannya sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan Tuhan, yang terinspirasi dari nilai-nilai kejujuran, kebijaksanaan, keadilan, penghormatan terhadap hukum, kebaikan, kesabaran, toleransi, dan moralitas, serta bukan dari kelicikan, kesombongan, berorientasi pada status kedudukan, pamer, ketidakpatuhan, iri, cemburu, ataupun menikam dari belakang (berkhianat). Sehingga, tata kelola yang "baik" adalah lebih berarti bila dibandingkan dengan pencapaian finansial semata. Namun, bukan berarti Islam anti terhadap profit-making business. Suatu perusahaan boleh saja memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan atau tetap pada upaya memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, asalkan dalam prosesnya, setiap aktifitas yang dilakukan tidak menciptakan masalah atau penyalahgunaan apapun terhadap lingkungan di sekitarnya. Karena pada kenyataannya, teori ekonomi neoklasikal dengan doktrin self-interestnya mengungkapkan hal yang sebaliknya, yaitu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan pribadi tanpa melihat dampak lingkungan di sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika bisnis mengarahkan pebisnis untuk selalu memperhatikankepentingan stakeholder dalam rangka melakukan kegiatan bisnisnya.Stakeholder merupakan kelompok gabungan antara internal (pemilikperusahaan, manajer, karyawan) dan eksternal (investor, konsumen,masyarakat yang bukan konsumen, distributor). Semua kegiatan bisnisdiintegrasikan untuk mensejahterahkan stakeholder bersamaan denganitu pebisnis memperoleh keuntungan bisnisnya. Perusahaan harus mewujudkan kebutuhan stakeholder-nya terutama yang paling mendasar. Misalnya penyelenggaraan pelatihan untuk setiap pegawai untukmeningkatkan pengetahuan. Saat ini tata kelola perusahaan yang baik menjadi kebutuhan bagi sebuah lembaga keuangan untuk mencapai pertumbuhan yang efisien, layak, dan konsisten. Dulu, konsentrasi tata kelola hanya terkait dengan pihak yang terlibat langsung dalam perusahaan seperti pemegang saham. Namun saat ini, konsentrasi ini telah meluas kepada para pemangku kepentingan yang lain (stakeholder). Seringkali pemangku kepentingan lain, yang tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan sebuah perusahaan, justru terkena dampak yang signifikan. Seperti masyarakat dan komunitas yang berada di sekitar wilayah aliran sungai akan merasakan dampak kerusakan biodiversity lingkungannya ketika sebuah proyek dam akan dibangun. Sehingga, selain ditujukan untuk mencapai tingkat pengembalian keuangan yang adil dan transparan, kesesuaian Syariah juga perlu diperhatikan dalam aktifitas operasional bisnis yang melibatkan para pemangku kepentingan yang ada.
REFERENSI
Fahmi, Irham. 2013. Etika Bisnis. Bandung: ALFA BETA, cv.
R. Edward Freeman, Strategic Management: A Stakeholder Approach, (Boston : Pitman Press, 1984)
https://www.academia.edu/9605294/Etika_Pada_Stakeholder
0 Comments