PERBANDINGAN BUNGA DENGAN
BAGI HASIL
Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi
Ujian Akhir Semester II Mata Kuliah “Bahasa Indonesia”
Dosen Pengampu :
Rina Heriyanti, S.S., M.Hum
Penyusun :
Faiz Hamdani ( 1522203013 )
2 MPS A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )
PURWOKERTO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank adalah tempat dimana seseorang untuk menyimpan, meminjam, atau mencairkan uangnya dengan aman, nyaman, dan lancar. Pada saat ini bank – bank yang ada di Indonesia terutama bank konvensional sudah sangat banyak bahkan sampai ke desa – desa kecil. Bank konvensional ini menjadi lembaga keuangan yang sangat diminati oleh masyarakat indonesia.
Setelah itu bank syari’ah muncul sebagai lembaga keuangan yang berbasis syari’ah yakni dengan melakukan likuiditas sesuai dengan hukum syari’ah terutama dalam mengatasi sistem bunga. Dalam bank syari’ah bunga adalah sesuatu yang sangat dilarang/haram. Hal ini sangat ditekankan pada prinsip bank syariah yaitu kebahagiaan dunia akherat dengan menumpuk profit melalu sistem bagi hasil.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran bunga dan sistem bagi hasil bagi masing – masing bank ?
2. Bagaimana pemahaman masyarakat terhadap sistem bunga dan sistem bagi hasil yang ditawarkan oleh masing – masing bank ?
3. Apakah sistem bunga dan sistem bagi hasil dapat mengatasi hal – hal yang berkaitan dengan likuiditas perbankan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank Konvensional
Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.
Bank konvensional adalah suatu perusahaan yang berjalan dibidang keuangan berdasarkan pada hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan BI ( Bank Indonesia ). Bank konvensional menjadi perusahaan dalam bidang keuangan yang sangat efektif untuk menjaga perederan mata uang di Indonesia. Sampai sekarang sudah banyak bank – bank konvensional yang berdiri diseluruh Indonesia guna menjaga kestabilan ekonomi di Indonesia. Bank konvensional memiliki debitur ( pemilik dana ) dan kreditur ( pengelola dana ). Dan juga hal yang sangat berpengaruh pada kelancaran operasional bank konvensional ini yaitu bunga.
Bunga bank ini bisa kita sebut sebagai keuntungan yang didapat oleh bank konvensional guna menjalankan kegiatan operasionalnya. Dan juga bagi nasabah yang menyimpan uang di bank konvensional akan mendapat bunga sebagai tanda kesetiaannya menjadi nasabah bank konvensional. Tapi bagi kreditur hal ini sangat merepotkan bahkan merugikan. Karena jika kreditur meminjam uang kepada bank konvensional maka otomatis kreditur akan dikenakan biaya tambahan dalam pengembaliannya yaitu bunga. Presentase bunga bank sangat tinggi sehingga persaingan bunga antar bank – bank konvensional seringa terjadi. Fluktuasi bunga pun terjadi di Indonesia oleh bank – bank konvensional.
B. Pengertian Bank Syari’ah
Bank syari’ah merupakan implementasi dari sistem ekonomi Islam yang sudah terjadi pada masa – masa sebelumnya. Bank syari’ah adalah perusahaan jasa keuangan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadits. Bank syari’ah juga menerapkan sistem bagi-hasil yang saling menguntungkan antara nasabah dengan bank. Bank syari’ah memiliki istilah yaitu mudharib ( sebagai pemilik modal ) dan shahibul maal ( pengelola modal ) .
Pada UU Nomor 21 Pasal 1 Ayat 1 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah menjelaskan bahwa perbankan syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syari’ah dan unit syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melakukan kegiatan usahanya. Kemudian pada UU No 21 Pasal 1 Ayat 7 menjelaskan bahwa bank syari’ah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari bank umum syari’ah dan bank pembiayaan rakyat syari’ah.[1]
C. Operasional Bank Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para calon nasabahnya, bank konvensional menggunakan dua metode :
1. Menetapkan sistem bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya ( kredit ) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bungan tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bungan pinjaman maka dikenal dengan nama negative spread., hal ini telah terjadi di akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.
2. Untuk jasa – jasa bank lainnya, pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya – biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.[2]
Fungsi dan peranan bank konvensional adalah sebagai perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana.
Bagi masyarakat yang kelebihan dana dapat menyimpan uangnya dalam bentuk simpanan giro, tabungan, deposito atau bentuk simpanan lainnya. Begitu pula masyarakat yang kekurangan dana dapat meminjam uang di lembaga – lembaga keuangan ( bank konvensional ) dalam bentuk kredit.[3]
D. Produk Bank Konvensional
1. Simpanan Giro
UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan giro adalah “simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.”
Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu.
Pengertian dapat ditarik setiap saat, maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro tersebut dapat ditarik berkali – kali dalam sehari, dengan catatan dana yang tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan.[4]
Jenis – jenis sarana penarikan untuk menarik dana yang tertanam pada rekening giro:
- Cek
- Bilyet Giro
- Alat Pembayaran Lainnya
2. Simpanan Tabungan
Seperti halnya simpanan giro, simpanan tabungan juga mempunyai syarat – syarat tertentu bagi pemegangnya dan persyaratan masing – masing bank berbeda satu sama lainnya. Disamping persyaratan yang berbeda, tujuan nasabah menyimpan uang di rekening tabungan juga berbeda. Dengan demikian sasaran bank dalam memasarkan produknya juga berbeda sesuai dengan sasarannya.
Pengertian tabungan menurut Undang – undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah “simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, atau alat penarikan lainnya.”
Syarat – syarat penarikan tertentu maksdunya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan nasabah yang akan membuat rekening tabungan. Sebagai contoh dalam hal frekuensi, apakah 2 kali seminggu atau setiap hari atau mungkin setiap saat. Yang jelas haruslah sesuai dengan perjanjian sebelumnya dan sudah disepakati. Kemudian hal sarana atau alat penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dan nasabah penabung.[5]
Jenis – jenis penarikan untuk simpanan tabungan. Alat – alat ini dapat digunakan sendiri atau secara bersamaan. Alat – alat yang dimaksud adalah:
- Buku Tabungan
- Slip Penarikan
- Kwitansi
- Kartu Plastik
Beberapa macam tabungan yang ada pada bank konvensional meliputi:
- Tabanas
- Taska
- Lainnya
3. Simpanan Deposito
Simpanan deposito merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan oleh bank. Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya, dimana simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu ( jatuh tempo ) lebih panjang dan tidak dapat ditarik setiap saat atau setiap hari.
Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang dimaksud dengan deposito adalah “simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.” Artinya jika nasabah deposan menyimpan uangnya untuk jangka waktu 3 bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir dan sering disebut dengan tanggal jatuh tempo.
Sebagai contoh jika seseorang deposan mendepositokan uangnya tanggal 7 Maret 2001 untuk 3 bulan mendatang, maka tanggal jatuh temponya adalah setelah 3 bulan yaitu tanggal 7 Juli 2001 dan apabila dicairkan sebelum tanggal jatuh tempo, maka si deposan akan dikenakan denda ( penalty rate ) yang besarnya tergantung dari bank yang bersangkutan.
Jenis deposito yang ada di Indonesia meliputi:
- Deposito Berjangka
- Sertifikat Deposito
- Deposito on Call
Dari uraian diatas sudah dejelaskan apa saja produk yang terdapat pada bank konvensional. Produk bank konvensional terdiri dari simpanan giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito. Dimana produk – produk tersebut tidak seenaknya dibuat, harus melalu beberapa tahap dan juga harus memenuhi beberapa syarat yang diberikan oleh pihak bank.[6]
E. Operasional Bank Syariah
Kegiatan di bank syariah sangat berbeda dengan bank konvensional. Jika di bank konvensional ada bunga, maka di bank syariah ada yang namanya sistem bagi hasil antara nasabah dengan bank. Dimana sistem ini berprinsip kepada kehalalannya dan syariat Islam. Bank syariah menggunakan istilah pendanaan dalam menghimpun dana dari masyarakat yang terdiri dari tabungan, giro, dan deposito. Dan pembiayaan yang terdiri dari jual beli , bagi hasil, dan jasa.
F. Produk Bank Syariah
Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan beragam produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga beli. Produk – produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
1. Al – Wadhi’ah ( simpanan )
Produk al wadhi’ah merupakan titipan atau simpanan pada bank syariah. Prinsip al – wadhi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki. Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang berarti tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.[7]
2. Bagi Hasil
Penyaluran dana dalam bank konvensional, kita kenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan dalam bank syariah untuk penyaluran dananya kita kenal dengan istilah pembiayaan. Jika dalam bank konvensional keuntungan bank diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka dalam bank syariah tidak ada istilah bunga, akan tetapi bank syariah menerapkan sistem bagi hasil. Prisip bagi hasil dalam bank syariah yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam 4 akad utama yaitu:
- al-musyarakah
- al-mudharabah
- al-muzara’ah
- al-musaqah
3. Bai Al-Murabahah
Produk bai al-murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga prokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dahulu menentukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya. Sebagai contoh harga pokok barang “Gunung Pelawan” Rp. 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar Rp. 5.000,-, sehingga harga jualnya menjadi Rp. 105.000,-. Kegiatan bai al-murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan bai al-murabahah pada pembiayaan produk barang – barang investasi baik dalam maupun luar negeri seperti letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.[8]
4. Bai As-Salam
Bai as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dahulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
Sebagai contoh petani cengkeh hendak menanam cengkeh dan membutuhkan dana sebesar Rp. 200.000.000,-, untuk satu hektar. Bank syariah terdekat menyetujui dan melakukan akad dimana bank syariah tersebut akan membeli hasil cengkeh tersebut sebanyak 10 ton. Dengan harga Rp. 200.000.000,- selama satu tahun. Kemudian bank syariah itu dapat menjual cengkeh tersebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp. 25.000,- perkilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp. 25.000,- = Rp. 250.000.000,-. Dari hasil tersebut bank syariah itu mendapat keuntungan sebesar Rp. 50.000.000,-, setelah dikurangi modal yang diberikan oleh bank syariah itu yaitu Rp. 250.000.000,- dikurangi Rp. 200.000.000,-.[9]
5. Bai Al-Istihna’
Bai al-istihna’ adalah bentuk khusus dari akad bai as-salam, oleh karena itu ketentuan dalam bai’ al-istihna’ mengikuti ketentuan dan aturan bai as-salam. Pengertiannya adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen ( pembuat barang ). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayara. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran perbulan atau di belakang.
6. Al-Ijarah ( Leasing )
Merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalu pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financila lease.
7. Al-Wakalah ( amanat )
Wakalah/wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
8. Al-Kafalah ( garansi )
Al-Kafalah adalah jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
9. Al-Hawalah
10. Ar-Rahn
G. Perbedaan Bank Konvensional Dengan Bank Syariah
1. INVESTASI
Bank syariah dan bank konvensional berbeda dalam hal investasi yang dilakukannya. Bank syariah hanya melakukan investasi yang dianggap benar – benar halal dan sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan bank konvensional biasanya tidak terlalu memperdulikan apakah bentuk investasi yang dilakukannya halal atau haram.
2. PRINSIP DAN PERANGKAT
Bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan juga dalam hal prinsip dan perangkat yang digunakan. Jika bank konvensional lebih menekankan pada prinsip bunga bank, maka bank syariah menganggap bunga bank sebagai sesuatu yang haram untuk dilakukan karena memiliki unsur riba. Sebagai pengganti bunga bank yang dianggap memiliki unsur riba dan haram ini maka pihak bank syariah lebih menekankan prinsip bagi – hasil antara nasabah dengan bank syariah serta lebih menekankan jual beli dan sewa sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.
3. KEUNTUNGAN
Perbedaan mendasar selanjutnya adalah pihak bank konvensional lebih menekankan pada keuntungan yang sebesar – besarnya dan seringkali tidak memperhatikan jika nasabahnya merasa dirugikan. Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah menekankan bahwa keuntungan bukan segalanya. Dan unsur kebahagiaan dunia akherat lebih ditekankan pada prinsip keinginan untuk menumpuk profit.
4. INTERAKSI PIHAK BANK DENGAN NASABAH
Pihak bank konvensional memberikan tatanan kreditur dan debitur sebagai bentuk hubungan antara pihak bank dan nasabah. Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah lebih memilih hubungan dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak.
H. Persamaan Bank Konvensional Dengan Bank Syariah
1. LEMBAGA PERBANKAN INDONESIA
Keduanya adalah lembaga perbankan Indonesia yang sudah diakui secara nasional dan keduanya merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Berikutnya baik bank konvensional maupun bank syariah memberikan jasa perbankan untuk membantu dalam mendukung kelancaran penghimpunan dan penyaluran dana baik dalam bentuk kredit maupun simpanan yang dilakukan oleh para nasabah.
2. JASA PEMBAYARAN
Baik bank syariah maupun bank konvensional keduanya memberikan bantuan untuk memudahkan dalam sistem pembayaran seperti misalnya untuk pembayaran telepon, air, listrik, internet, pembelian tiket pesawat dan kereta api. Sistem pembayaran tersebut biasanya dilakukan melalu transfer dari ATM.
3. JASA PEMBAYARAN GAJI, HADIAH, DAN PENSIUNAN
Baik bank syariah maupun bank konvensional biasanya memberikan kemudahan bagi para nasabahnya untuk menerima kemudahan dalam pembayaran gaji, hadiah, dan uang pensiun dengan langsung mentransfernya dari pihak pemberi ke nomor rekening penerima.
4. JASA PENGIRIMAN UANG
Umumnya bank syariah dan bank konvensional memberikan jasa pengiriman uang dalam negeri maupun luar negeri.
5. KURS MATA UANG ASING
Keduanya merupakan tempat dimana kita bisa menukar dan membeli mata uang asing ke mata uang rupiah.
I. Kekurangan Dan Kelebihan Bank Konvensional
1. Kelebihan
- Mudah dalam hal transaksi
- Memiliki beragam jenis
- Adanya bunga
2. Kekurangan
- Bunga terlalu besar
- Tidak memperhatikan kerugian nasabah yang melakukan kredit
- Lebih menekankan keuntungan yang sebesar – besarnya dari nasabah
J. Kekurangan Dan Kelebihan Bank Syariah
1. Kelebihan
- Kuatnya ikatan emosional keagaman antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabahnya.
- Adanya fasilitas pembiayaan mudharabah yang tidak merugikan nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar tetap.
- Adanya sistem bagi – hasil guna mengganti sistem bunga yang mengandung unsur riba. Dan untuk menyimpan dana setelah tersedia peringatan dini tentang keadaan banknya yang biasa diketahui sewaktu – waktu dari naik turunnya jumlah bagi – hasil yang diterima.
- Dengan tidak adanya sistem bunga, bank syariah jadi lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.
2. Kekurangan
- Dengan sistem seperti ini bank syariah terlalu berprasangka baik terhadap calon nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang terlibat dalam bank syariah itu jujur. Dengan demikian bank syariah sangat rawan terhadap mereka yang berniat tidak baik.
- Sistem bagi – hasil masih belum banyak dipahami oleh sebagian lapisan masyarakat Indonesia terutama daerah pedesaan. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh bagi bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya dalam menjaga kelikuiditasannya.
- Memerlukan tenaga yang benar – benar andal dan profesional dalam bidang perbankan syariah daripada bank konvensional.
0 Comments